Pengalaman mengikuti pre course workshop short term training dari Australia Awards di Bali
Alhamdulillah, saya bisa lulus mendapatkan beasiswa short term dari Australia Awards Scholarship dengan mengirimkan aplikasi ke pihak AAS lewat online aplikasi. Tipsnya untuk lulus beasiswa ini adalah kita harus punya project yang memang bermanfaat dan berkontribusi bagi tanah air. Tema short term yang saya ikuti sangat berkaitan dengan instansi yang mempunyai program 1000 start-up digital. Saya sangat ingin sekali mengembangkan ekosistem start-up digital di Indonesia. Hari pertama kedatangan ke Bali di tahun 2018 ini, saya bertemu dengan banyak peserta yang totalnya 26 peserta dan tidak ada satupun saya kenal. Ternyata hanya ada 2 orang yang dari instansi pemerintah yang lulus beasiswa ini yaitu Mbak Dian dari Bekraf dan saya sendiri. Peserta yang lain justru membuat saya merasa rendah diri karena mereka adalah orang-orang hebat yang mempunyai visi dan misi untuk menyelesaikan masalah di daerah mereka masing-masing, sebagai contoh:
- Mbak nisa dengan aplikasi Iwak yang memotong supply chain dari petani ke tengkulak, dengan aplikasinya si petani ikan lele dapat langsung menjual komoditinya ke retailer sehingga margin keuntungannya meningkat.
- Mbak Dina yang mempunyai aplikasi edu-braille yang membantu masyarakat Indonesia yang tuna netra dengan membuat software dan hardware yang dapat membantu mereka.
- Mbak Asma yang membangun aplikasi learn-quran, dimana kita dapat mempelajari Alquran, visinya kedepan bagaimana aplikasi ini dapat digunakan lebih banyak lagi oleh negara maju.
Terima kasih ya Allah, saya diberikan kesempatan untuk belajar tentang bagaimana membangun startup di negara Australia, kedepannya saya sangat ingin bekerjasama dengan instansi pemerintahan di Australia untuk menjalin koneksi dan kolaborasi program dalam pengembangan start-up di Indonesia melalui program 1000 startup digital yang dapat melakukan pitching internasional.
Hari kedua kami mempelajari banyak hal yaitu strategi dan taktik dalam perencanaan proyek. Intinya adalah manajemen itu kita harus mempertimbangkan waktu, biaya dan output dari bisnis yang akan kita kembangkan. Bahkan kedepannya, sebaiknya kita juga mempertimbangkan aspek outcomes/dampaknya. Setelah mempelajari teori kita diajarkan materi sosial media dan bagaimana teknik berkomunikasi dengan orang baru, bagaimana body language yang baik saat berkomunikasi, dan bagaimana cara menjalin networking. Ini langsung dipraktikkan satu sama lain. Ada satu hal yang menarik, ternyata untuk berkomunikasi tersebut kita tidak boleh terlalu terburu-buru alias harus slow down. Apabila kita punya maksud tertentu/tujuan tertentu dengan orang tersebut lebih baik baik kita meminta advice terlebih dahulu bukan langsung to the point menyatakan apa tujuan kita berkomunikasi. Selanjutnya kita berkunjung ke kedua co-working space di Bali yaitu Hubud dan keMbali. Saya merasa bahagia bisa berkenalan dengan pemilik Hubud tersebut yang merupakan salah satu dari 10 orang berpengaruh di dunia versi Forbes.Dia sangat ramah dan menjelaskan fungsi co-working space ini bukan hanya tempat untuk bekerja tapi untuk menjalin networking. Desain ruangannya sangat bagus, nyaman, pakai kayu rotan, dan posisinya di area persawahan serta dekat monkey forest. It is so natural. Setelah dari hubud, kami lanjut ke co-working space "keMbali" milik Mbak Faye yang juga sangat terkenal dengan program "Kumpul" dan sering berkerjasama juga dengan program 1000 startup digital. Lokasinya berada di daerah kuta, sunset road. Tema desainnya adalah industrial. Kalau bekerja di ruangan seperti itu keknya semangat bekerja akan meningkat. Moga saja kelak desain ruangan kantor juga kek gitu. hehehe. Disana, kami diajak berkeliling oleh Suami Mbak Faye, Namanya Steve, ternyata beliau bekerja di Google, dia mengajarkan anak-anak Bali untuk belajar sebagai developer Android. Mbak Faye dan suaminya merupakan sosok yang menginspirasi bagi saya dimana mereka yang bukan orang asli Bali tapi ingin memajukan Bali. Beliau tidak ingin Bali hanya dikenal sebagai tempat wisata, namun juga banyak potensi lainnya, salah satunya ingin startup digital berkembang disana. Banyak generasi muda bali yang mengembangkan startup untuk menyelesaikan permasalahan di Bali. Kami diberikan kesempatan untuk berkenalan dengan 5 (lima) startup lokal di Bali yang beberapa merupakan jebolan program kominfo 1000 startup digital.:
1. Sushi, dimana mengembangkan aplikasi yang membantu petani rumput laut untuk menjual langsung produknya kepada supermarket/end customer.
2. Chamellion, dimana aplikasi ini bisa membantu ibu-ibu bekerja untuk memilih baby sitter yang memiliki keahlian yang baik dalam mengurus anak-anak.
3. Gringgo, aplikasi yang mengintegrasikan layanan pengangkut sampah dengan rumah-rumah untuk mengurangi sampah domestik di daerah Bali.
1. Sushi, dimana mengembangkan aplikasi yang membantu petani rumput laut untuk menjual langsung produknya kepada supermarket/end customer.
2. Chamellion, dimana aplikasi ini bisa membantu ibu-ibu bekerja untuk memilih baby sitter yang memiliki keahlian yang baik dalam mengurus anak-anak.
3. Gringgo, aplikasi yang mengintegrasikan layanan pengangkut sampah dengan rumah-rumah untuk mengurangi sampah domestik di daerah Bali.
Hari Ketiga, kami belajar untuk presentasi, tidak usah memperkenalkan diri terlebih dahulu. Kita belajar bagaimana pitching internasional agar mendapatkan investor. Semua peserta beasiswa Australia(AAI) batch 3 ini mempresentasikan projectnya masing-masing. Setelah perkenalan, kami pun mendapatkan bekal persiapan dan pengarahan sebelum berangkat ke Australia pada tanggal 27 April - 13 Mei 2018. Kami sangat exciting dikarenakan akan mengunjungi tiga kota (Sidney, Adelaide, dan Brisbane) dan diberikan waktu untuk menyiapkan itinerary selama disana, khusus hari Minggu kami mempunyai free time. Semoga perjalanan kami berjalan dengan lancar disana.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus