Kupas tuntas Buku Best Seller "No Drama Discipline"
Saya seorang ibu yang memiliki dua anak dengan karakter dan jenis kelamin yang berbeda. Dalam mendidik mereka, tentu saja perjuangannya berbeda dan berbagai macam metode sudah saya coba terapkan mulai dari ngasih reward, punishment, bahkan dengan aturan yang rigid mengatur hidup mereka hari per hari, jam per jam juga pernah diterapkan. Namun, belum terasa efektif akhirnya mencoba membaca buku lagi dan bahkan nonton video cara mendidik anak. Sampailah saya di titik sudah hopeless dan akhirnya mencoba membaca buku karya Daniel J.Siegel, M.D, dan Tina Payne Bryson, Ph.D yang berjudul "No-Drama Discipline: The Whole-Brain Way to Calm the Chaos and Nurture Your Child's Developing Mind". Buku ini terasa relate banget dengan apa yang saya rasakan ketika saya sudah mencoba mengajari mereka tapi kenapa terasa menggurui dan terlalu "keras", serta mereka berubah kalau dinasehati setelah itu tindakan yang sama dilakukan terus. Ibarat lingkaran, kita berputar-putar di situasi yang sama.
Saya mentargetkan diri saya bahwa saya harus selesai membaca buku yang halamannya berjumlah 345 halaman dan dalam bahasa inggris ini selama 3 hari agar saya bisa praktekkan. Jujurly, kalo hanya dibaca saja dan kita tidak mencoba berubah dan introspeksi diri maka sia-sia saja. Saya akan share beberapa ringkasannya dari buku ini :
Bab 1. Rethinking Discipline
Disini dijelaskan apa itu disiplin, bagaimana cara kita mengembangkan metode disiplin dengan strategi no drama. Pernahkah kita menerapkan time out, meminta mereka berada dalam ruangan tertutup, berteriak, mencubit bahkan memukul? Saya pernah melakukannya kecuali memukul tapi setelah melakukannya, saya merasa menyesal dan berusaha meminta maaf kepada mereka.
Kita diminta untuk menerapkan strategi Why, What, and How. Sebelum kita merespon segala tindakan mereka yang menurut kita salah, maka kita harus bertanya dalam hati mengapa mereka melakukannya, Apa pembelajaran yang ingin saya ajarkan kepada mereka saat ini, Bagaimana cara mengajarkan ke mereka tindakan yang baik. Sebenarnya dengan kita menerapkan WWH ini bisa meredakan emosi kita juga dan membuat kita berpikir dan tidak terlibat dalam drama yang kadangkala kita sebagai pencetusnya.
Ada beberapa pertanyaan yang bisa ditanyakan ke diri kita sendiri:
1. Apakah saya memiliki filosofi tentang disiplin?
2. Apakah disiplin yang saya lakukan itu efektif?
3. Apakah saya merasa nyaman atas disiplin yang saya lakukan?
4. Apakah anak-anakku merasa nyaman tentang hal tersebut?
5. Apakah saya merasa baik menyampaikan pesan ketika berkomunikasi dengan anak-anak?
6. Seberapa banyak pendekatan disiplin yang kulakukan sama halnya dengan yang dilakukan oleh orang tuaku?
7. Apakah pendekatan yang dilakukan mendorong anak-anak untuk meminta maaf atas perbuatan mereka?
8. Apakah pendekatan ini membuat aku untuk bertanggung jawab dan meminta maaf atas tindakanku?
Bab 2. Your Brain on Discipline
Dalam bab ini dijelaskan bagaimana perkembangan otak. Hal yang menarik bagi saya kecenderungan saya sendiri sebagai ortu menganggap mereka itu otaknya sudah berkembang seperti kita. Apabila kita menggunakan volume suara yang keras maka otak bagian bekakang yang merespon sehingga mereka juga mengeluarkan emosi.
Kita harus memahami tentang otak manusia, dimana Otak bagian depan bersifat receptive terkait perencanaan, pemikiran, imajinasi. Sedangkan Otak bagian belakang bersifat reaktif: marah, ketakutan, breathing, blinking. Selain itu, "Neurons that Fire Together and Wired Together". Ada 3 C tentang Otak yaitu Changing, Changeable, and Complex.
Bab 3. From Tantrum to Tranquility: Connection is the Key
Pelajarannya kita diminta fokus kepada aspek koneksi saat mendisiplinkan anak-anak, menekankan pentingnya komunikasi dimana kita mencintai dan menyayangi mereka sebagaimana apa adanya mereka, bahkan di saat momen kita memberikan masa disiplin kepada mereka.
Saya pernah di masa ini dimana ananda tantrum bahkan itu terjadi di muka umum (mall). Rasanya pasti malu bukan main dikarenakan ananda yang masih bayi berumur 8 bulan tidak mau pulang ke rumah, menjerit, berontak, tidak mau dipeluk, saya pun teringat teori yang selama ini saya pelajari coba peluk dan koneksi dengan ananda. Di masa itu saya mencoba memeluk walo ananda berteriak-teriak dan ingin lepas dari pelukan. Waktu itu lumayan lama jeda waktunya untuk menenangkan emosinya dan badan pun juga sakit dikarenakan ananda berontak. Namun, hal ini berhasil untuk memberikan ketenangan kepada ananda.
Kita harus belajar menjadi orang tua yang proaktif. Ada hal yang semestinya kita pahami bahwa ada empat hal penyebab ananda mengalami tantrum yaitu HALT (Hungry, Angry, Lonely, Tired). Untuk mengetahui penyebab tersebut maka kita harus melakukan koneksi.
Displin itu adalah pengajaran----Pengajaran membutuhkan penerimaan dari anak-anak atas pembelajaran----penerimaan anak-anak hasil dari koneksi----koneksi merubah anak-anak yang reaktif menjadi menerima.
Apa sich manfaat dari koneksi:
1. Koneksi menggerakkan anak-anak dari reaktif menjadi menerima.
2. Koneksi membentuk otak
3. Koneksi membentuk hubungan yang erat antara ananda dengan ortu.
Di buku ini juga diajarkan bahwasanya ketika ingin menjalin koneksi dengan anak-anak maka kita harus membuat batasan. Apabila yang dilakukan oleh anak-anak salah maka harus dinasehati tapi sebelumnya dengarkan dulu suara hati mereka.
Bab 4. No-Drama Connection in Action
Pada bab ini kita diminta untuk mengajarkan ACTION dengan strategi yang spesifik dan saran untuk tetap menjalin komunikasi dengan anak-anak sehingga mereka bisa tenang untuk mendengarkan nasehat kita dan belajar kemudian membuat keputusan yang lebih baik di jangka pendek dan jangka panjang.
Prinsip Koneksi:
1. Kecilkan Shark Music, artinya suara yang keras dan menyeramkan yang kamu dengar harus dikecilkan terlebih dahulu.
2. Mencari tahu "Mengapa hal ini terjadi" jadi kita sebagai ortu diminta untuk bertindak sebagai detektif jangan langsung kritik dan menuntut.
3. Berfikir tentang bagaimana cara kita komunikasi
Strategi Koneksi:
1. Komunikasi dengan nyaman.
2. Validasi.
3. Mendengarkan.
4. Refleksi.
Saya banyak merasa malu saat membaca buku ini karena secara pribadi saya pun banyak memberikan nasehat yang terlalu panjang kalau dibuat film pendek mungkin sekalinya menasehati mereka maka saya bisa 30 menit memberikan nasehat masa lalu, masa sekarang bahkan masa depan kepada mereka betapa beratnya perjuangan masa lalu, kalau tidak berubah nanti di masa depan bisa tidak berhasil dan sebagainya.
Ternyata berdasarkan perkembangan otak anak-anak, mereka sebenarnya tidak bisa menangkap terlalu banyak informasi dan bahkan tidak relevan dengan kondisi. Saya pun berjanji dalam hati untuk bertindak sesuai masa sekarang, hidup di masa sekarang dan memberikan nasehat sesuai masa sekarang.
Saya sudah mencoba menerapkan strategi ini dan menurut saya berhasil. Saya berupaya memikirkan cara agar ananda mau belajar otodidak tapi ga merasa "dipaksa". Saya perhatikan hobinya, dia senang menggambar dan menulis. Akhirnya di wiken kemarin saya ajarkan meringkas. Untuk ananda yang baru di kelas 4 SD, meringkas itu menyalin apa yang ada di buku. Saya coba mencontohkan cara meringkas yang benar dan membuat tulisannya menarik dengan membuat gambar-gambar dan dikasih sticker-sticker lucu serta menggunakan krayon untuk mewarnai. Dan ternyata tiap malam, dia mulai membaca dan meringkas materi pelajarannya sendiri tanpa saya harus meminta untuk belajar mandiri.
Bab 5. 1-2-3 Discipline: Redirecting for Today, and For Tomorrow
Materi yang ditekankan adalah disiplin itu definisinya mengajarkan dan ada dua kunci prinsip disiplin yaitu:
1. Tunggu anak-anak siap dan konsisten tapi tidak kaku.
2. Tercapainya 3 dampak/outcomes yang diinginkan antara lain: pandangan, empati, dan perbaikan.
Apabila terlalu kaku dalam mendidik mereka, maka mereka akan berontak. Saya pun cenderung berpikir tradisional dan konvensional. Ketika anak bersalah maka hukuman pasti dikenakan. Dulu saya berperan sebagai "devil" sedangkan papanya adalah "angel". Namun, setelah membaca buku ini pandangan saya berubah perlahan, kedua ortu ya harus sama-sama tegas dan konsisten tapi bukan kaku dalam mendidik. Sekarang, saya berusaha agar memenuhi beberapa keinginan mereka yang dulunya menurut saya tidak boleh lakukan di saat weekdays. Contohnya, di malam hari dulunya mereka harus sudah belajar lalu tidur. Akan tetapi sekarang, apabila ananda yang paling kecil ingin bermain badminton maka saya pun berusaha memenuhi keinginannya walaupun saya sendiri sudah dalam kondisi capek pulang kerja. Begitu juga disaat weekend, saya memberikan kebebasan mereka untuk bermain dan belajar baru dilakukan di malam hari itupun bermain sambil belajar.
Bab 6. Adressing Behavior: As simple as R-E-D-I-R-E-C-T
Sebelum REDIRECT, maka perlu melakukan KEEP CALM and CONNECT. Strategi untuk melakukan REDIRECT yaitu:
Reduce Words
Embrace Emotions
Describe, don't preach
Involve your child in the discipline
Reframe a no into a conditional yes
Emphasize the positive
Creatively approach the situation
Teach mindsight tools
conclusion on Magic Wands, Being Human, Reconnection, and Change: Four Messages of Hope
Komentar
Posting Komentar